Remaja merokok bukan lagi pemandangan langka di sekitar kita.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebanyak
18,3 persen remaja usia 15-19 tahun menjadi perokok aktif, sedangkan
pada kelompok anak usia 10-14 tahun mencapai 1,4 persen.
Faktor
penjualan rokok yang masih amat bebas di Indonesia semakin memudahkan
para remaja mendapatkan rokok. Meskipun sudah ada larangan pembelian
rokok bagi anak di bawah usia 18 tahun, tetap saja masih banyak
anak-anak hingga remaja yang merokok.
“Warung-warung di Indonesia
tersebar di mana-mana dan rokok bisa dijual batangan. Karena dijual
secara batangan, semakin mudah membeli rokok. Gampang atau tidaknya
akses membeli rokok itu yang harus diperhatikan,” ujar Carlo Tamba,
penggiat olahraga dan founder Masterbootcamp dalam acara diskusi dengan influencer media sosial mengenai rokok yang diadakan oleh Smoke Free Agent di Jakarta (7/2/14) seperti dikutip Kompas.com.
Pedagang yang menjual rokok memang mudah ditemui di warung dekat
sekolah-sekolah, sehingga para remaja semakin mudah membelinya. Selain
penjualan dan distribusi rokok yang luas, iklan dan media yang digunakan
dalam mempromosikan rokok turut berpengaruh.
Cecaran iklan
rokok, promosi dan sponsorship rokok, tanpa disadari telah memengaruhi
persepesi orang muda, apalagi perokok kerap digambarkan sebagai orang
yang pemberani, jantan, dan kreatif.
“Iklan rokok berpengaruh
pada anak muda karena banyak sekali iklan yang menampilkan soal
keberanian atau image tertentu, yang membuat anak muda semakin ingin
mencoba rokok. Tagline dan sosok yang ditayangkan dalam iklan rokok pun
jelas mempengaruhi mereka,” terang penulis muda Alanda Kariza, dalam
acara yang sama.
Selain karena pengaruh iklan, ada pula yang
merokok karena ikut-ikutan teman atau hanya menaikkan gengsi. “Satu hal
yang mengganggu saya yaitu adanya anggapan kalau merokok itu keren.
Banyak anak remaja yang merokok karena ingin terlihat keren atau menjadi
ajang pemberontakan,” kata presenter sekaligus penggiat media sosial,
Pangeran Siahaan.
Pangeran menceritakan pengalamannya ketika
berhadapan dengan rokok. Seluruh keluarga dan saudaranya tidak ada yang
merokok, termasuk dirinya. Namun, ia berada di lingkungan yang merupakan
perokok. “Teman saya hampir semuanya merokok. Saya pernah mencoba
rokok, tetapi tidak menemukan apa enaknya dari rokok,” tuturnya.
Alanda
pun mengakui cukup sulit mengubah persepsi orang-orang di sekitarnya
akan bahaya rokok. “Di lingkungan saya, teman-teman saya banyak yang
merokok. Ternyata lebih susah meyakinkan mereka untuk berhenti merokok
daripada kepada orang yang tidak dikenal. Tantangan paling besar adalah
mengajak orang-orang sekitar untuk berhenti, seperti ayah saya atau om
saya yang masih merokok,” tukasnya.
Padahal, remaja perokok lebih
rentan terkena penyakit karena pada usia remaja paru masih dalam proses
pertumbuhan. Merokok pada usia remaja memiliki risiko lebih besar
terkena penyakit, seperti bronkitis, tuberkulosis, dan kanker paru.
Source: http://health.kompas.com/read/2015/02/09/110604123/Iklan.Rokok.Pengaruhi.Remaja.Mencoba.Rokok?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Langganan:
Posting Komentar (Atom)