Tak terasa, hampir 100 hari saya berhenti merokok. Bermula batuk-batuk disertai sesak ketika mengambil sertifikat nyelam di Sabang awal Desember lalu, untuk kepentingan berkelana mengelilingi indonesia selama setahun.
Ketika itu saya memutuskan berhenti merokok sementara. Biasanya dalam 24 jam saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok (32 batang), bahkan bisa lebih kalau lagi bergadang.
Ternyata saya bisa mendadak berhenti. Walau jauh sebelumnya pernah gagal, padahal sudah ikut terapi segala.
Pasca kursus, saya coba menanamkan dalam otak, untuk tidak menyentuh rokok selama sebulan ke depan.
"Saya punya keinginan, saya punya kemauan, saya harus bisa."
Awalnya godaan paling berat untuk melupakan rokok ketika habis makan dan ngopi, tanpa menghirup rokok mulut terasa hambar, asam dan Nano Nano.
Godaan dasyat lainnya ketika ngopi dikelilingi orang-orang perokok di tempat yang suhunya relatif dingin. Seperti Ciptagelar, Jawa Barat, misalnya.
Setelah berhenti dua bulan, saya merasa sudah lupa bagaimana nikmatnya menghirup rokok. Hebatnya setiap habis makan, otak saya sudah bisa melupakan aroma rokok.
Begitu juga ketika berada dalam kumpulan orang-orang merokok, pikiran saya tak lagi ingin menyentuhnya.
Ah ternyata saya bisa....
Semoga terus bertahan, demi kesehatan kata orang-orang. Bukan karena menghemat, buktinya dengan tidak merokok saya tidak bisa menabung. Waktu masih perokok, walau tak ada pemasukan, ada saja uang untuk membelinya
Begitulah pengakuan teman saya, Suparta Arz sebagaimana dicurahkan dalam facebooknya.
Source: https://www.facebook.com/FoldOnly?fref=nf
1 komentar:
mantap