Rokok pertama kali digunakan oleh
orang-orang dari suku-suku di Amerika, seperti Indian, Maya,
dan Aztec. Rokok pada
awalnya berupa tembakau yang dibakar dan dihisap melalui sebuah pipa. Kegiatan
ini awalnya dilakukan pada saat berkumpunya beberapa suku untuk
mempererat hubungan antar suku yang berbeda. Namun selain sebagai penguat
hubungan antar suku, banyak juga yang menggunakan tembakau sebagai media
pengobatan. Dan suku Indian menggunakannya sebagai media ritual terhadap dewa-dewa mereka.
Kemudian,
pada abad ke-16, saat Christoper
Columbus dan rombongan nya datang ke Benua Amerika, sebagian dari
mereka mencoba untuk menghisap tembakau. Dan akhirnya tertarik untuk membawa
budaya menghisap tembaku ini ke benua asal mereka, yaitu Benua Eropa. Setelah
budaya ini dibawa ke Eropa, ada seorang diplomat
Prancis yang tertarik untuk mempopulerkannya ke seluruh Eropa. Dia
lah Jean Nicot, yang
kemudian namanya digunakan sebagai istilah Nikotin. Kebiasaan merokok pun muncul di kalangan bangsawan Eropa.
Namun tidak seperti suku indian, yang menggunakannya untuk upacara ritual, para
bangsawan Eropa menggunakannya untuk kesenangan belaka.
Kepopuleran nya
yang semakin meningkat di Eropa membuat John Rolfe tertarik untuk membudidayakan tembakau dengan
lebih serius. John Rolfe adalah orang pertama yang berhasil menanam tembakau
dalam skala besar, yang kemudian diikuti oleh perdagangan dan pengiriman
tembakau dari AS ke Eropa. Secara ilmiah, buku petunjuk bertanam tembakau
pertama kali diterbitkan di Inggris pada tahun 1855.
Setelah
itu, pada abad ke-17, Para
pedagang dari Spanyol masuk ke Turki, yang merupakan negara Islam. Dan akhirnya kemudian kebiasaan merokok masuk
ke negara-negara Islam.
Sejarah Rokok di Indonesia/Rokok Kretek
Kisah
kretek bermula dari kota Kudus.
Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang
hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari
penemuan Haji Djamari pada
kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini
merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah
itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan
mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.
Kala
itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan
modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya,
Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat
dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan “rokok obat” ini pun
mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika
dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi “keretek”, maka rokok temuan
Djamari ini dikenal dengan “rokok
kretek”. Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering.
Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama
sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890.
Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang
terus berkembang.
Sepuluh
tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di
Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan
merek Tjap Bal Tiga. Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi
tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah
dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito
merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang
putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah
seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok “klobot“ (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang
disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan
ludahnya.
sumber
: http://dokumentasidunia.blogspot.com/2012/01/sejarah-awal-rokok.html